DAERAH
Bandara Dhoho Kediri Stop Penerbangan Komersial Hingga 31 Juli 2025
Bandara Dhoho Kediri Stop Penerbangan Komersial Hingga 31 Juli 2025

Bandara Dhoho Kediri Stop Penerbangan Komersial Hingga 31 Juli 2025 Dan Hal Ini Terjadi Karena Adanya Beberapa Kendala. Saat ini Bandara Dhoho Kediri secara resmi menghentikan seluruh penerbangan komersial hingga 31 Juli 2025. Keputusan ini diambil karena satu-satunya maskapai yang melayani rute dari dan ke bandara tersebut, yaitu Citilink, menghentikan sementara operasional ke Kediri karena kebutuhan perawatan armada. Meskipun begitu, bandara tetap beroperasi secara normal untuk keperluan non-komersial seperti penerbangan VIP, kargo, dan aktivitas pendukung lainnya. Penghentian penerbangan ini bersifat sementara dan bukan karena masalah operasional atau infrastruktur, melainkan murni karena belum adanya maskapai lain yang menggantikan rute yang ditinggalkan Citilink.
Bandara Dhoho sendiri merupakan bandara baru yang di resmikan pada April 2024. Proyek ini dibangun dengan standar internasional dan memiliki landasan pacu sepanjang 3.300 meter, cukup untuk didarati pesawat berbadan besar. Terminal penumpangnya mampu menampung hingga 1,5 juta penumpang per tahun dan dirancang agar bisa diperluas sesuai kebutuhan di masa depan. Dibangun melalui skema kerja sama pemerintah dan swasta, bandara ini menjadi satu dari sedikit proyek bandara di Indonesia yang pendanaannya tidak bergantung pada anggaran negara. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pihak pengelola dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan konektivitas wilayah selatan Jawa Timur.
Meski kini tidak melayani penumpang komersial, Bandara Dhoho tetap memiliki arti penting dalam pengembangan kawasan Kediri dan sekitarnya. Keberadaannya di harapkan dapat mempercepat distribusi logistik dan mempermudah akses transportasi udara di masa depan. Saat operasional penerbangan komersial kembali di buka, bandara ini di yakini akan menjadi titik penting alternatif selain Surabaya dan Malang.
Alasan Bandara Dhoho Kediri Menghentikan Penerbangan Komersial
Alasan Bandara Dhoho Kediri Menghentikan Penerbangan Komersial bukan karena masalah teknis bandara atau infrastruktur, melainkan akibat berbagai kendala utama yang saling terkait dari sisi maskapai, permintaan penumpang, dan regulasi. Berikut penjelasan secara menyeluruh. Pertama, keterbatasan maskapai yang bersedia mengoperasikan rute ke bandara ini. Sejak di buka, hanya dua maskapai yang melayani Citilink pada rute Kediri–Jakarta dan Super Air Jet untuk rute Kediri–Balikpapan namun kedua maskapai ini akhirnya menghentikan operasional karena berbagai pertimbangan komersial dan logistik. Saat ini, Citilink juga menghentikan penerbangan sementara karena program perawatan armada, sehingga tidak ada jadwal komersial sama sekali hingga pemberitahuan selanjutnya.
Kedua, permintaan penumpang yang belum mencapai volume optimal. Dari data okupansi, rata-rata penumpang berada di kisaran 60–70 persen, yang masih di anggap kurang memadai untuk menjamin efisiensi dan profitabilitas operasional. Pada kondisi seperti ini, maskapai melihat rute sebagai kurang menguntungkan dan memilih mengurangi frekuensi hingga menghentikan sama sekali.
Ketiga, regulasi dan perizinan juga menjadi faktor pembatas. Pada tahap awal, izin untuk membuka rute internasional khususnya penerbangan umrah dan haji langsung ke Jeddah belum turun tepat waktu. Ini menyebabkan sejumlah penjadwalan ulang dan pembatalan penerbangan internasional sumbernya dari bandara ini.
Keempat, persaingan dari bandara besar yang lebih dulu mapan seperti Juanda Surabaya, yang hanya berjarak sekitar 120 km dari Kediri. Juanda menawarkan puluhan rute domestik dan internasional, dengan harga kompetitif dan pilihan yang lebih banyak, sehingga sebagian besar calon penumpang cenderung memilih terbang dari sana.
Dengan demikian, penghentian operasional komersial di Bandara Dhoho murni di sebabkan dinamika bisnis. Maskapai menarik diri karena rendahnya okupansi, jeda perawatan armada menyebabkan kosongnya rute, izin internasional belum maksimal, dan tekanan kompetitif dari bandara lain.
Untuk Melakukan Berbagai Evaluasi
Meskipun penghentian sementara penerbangan komersial di Bandara Dhoho Kediri hingga 31 Juli 2025 terkesan sebagai kemunduran, sebenarnya situasi ini juga membuka peluang positif bagi pengelola bandara Untuk Melakukan Berbagai Evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh. Masa rehat ini bisa di manfaatkan untuk memperbaiki berbagai aspek teknis, operasional, maupun pelayanan yang belum berjalan optimal sejak bandara resmi di buka. Dalam tahap awal operasional, banyak bandara baru menghadapi tantangan penyesuaian sistem, mulai dari tata kelola lalu lintas udara, prosedur penumpang, hingga koordinasi dengan maskapai dan penyedia layanan darat. Dengan tidak adanya jadwal penerbangan reguler untuk sementara waktu, pengelola memiliki ruang yang lebih luas untuk mengevaluasi kekurangan dan memperbaikinya tanpa tekanan jadwal harian.
Selain itu, ini menjadi momen tepat untuk menyempurnakan sistem manajemen bandara, pelatihan sumber daya manusia, dan penyempurnaan teknologi informasi yang mendukung operasional. Hal-hal seperti sistem check-in, keamanan, pengelolaan bagasi, hingga fasilitas penunjang di terminal penumpang dapat di tinjau ulang agar lebih efisien dan sesuai standar layanan internasional. Pengelola juga bisa melakukan simulasi dan uji coba sistem baru tanpa mengganggu kenyamanan penumpang.
Lebih jauh, masa jeda ini dapat di manfaatkan untuk menjalin kerja sama baru dengan maskapai penerbangan lain. Menyusun strategi promosi destinasi Kediri dan sekitarnya, serta memperluas konektivitas ke daerah lain yang memiliki potensi pasar. Waktu luang dari operasional reguler memberi kesempatan untuk mendesain ulang rencana bisnis jangka menengah. Dan panjang yang lebih realistis dan adaptif terhadap kebutuhan pasar.
Dampak Sosial Dan Ekonomi
Penghentian sementara penerbangan komersial di Bandara Dhoho Kediri hingga 31 Juli 2025. Membawa Dampak Sosial Dan Ekonomi yang cukup signifikan, terutama bagi masyarakat sekitar dan maskapai penerbangan yang sempat beroperasi di sana. Bagi masyarakat Kediri dan sekitarnya, bandara ini awalnya menjadi harapan baru untuk meningkatkan konektivitas. Mempercepat distribusi barang, dan membuka akses ke peluang kerja serta wisata. Namun dengan tidak adanya penerbangan reguler, masyarakat kini harus kembali bergantung pada bandara lain. Yang lebih jauh seperti Juanda di Surabaya atau Abdulrachman Saleh di Malang. Hal ini menambah waktu dan biaya perjalanan, baik untuk keperluan pribadi, bisnis, maupun logistik.
Secara ekonomi, penghentian ini turut memengaruhi roda usaha kecil di sekitar bandara. Warung makan, penyedia transportasi lokal, penginapan kecil, dan jasa antar-jemput yang sempat muncul sejak bandara mulai aktif. Kini mengalami penurunan pendapatan drastis. Banyak dari mereka yang berharap bandara ini bisa menghidupkan ekonomi lokal secara perlahan. Namun terpaksa harus menunggu lebih lama karena operasional di hentikan sementara. Selain itu, potensi promosi pariwisata daerah seperti Gunung Kelud, Kampung Inggris Pare. Dan destinasi lain ikut terhambat karena berkurangnya akses langsung ke Kediri.
Dari sisi maskapai, penghentian ini juga berdampak pada strategi bisnis mereka. Citilink dan Super Air Jet yang sempat membuka rute ke Kediri tentu mengalami kerugian operasional. Akibat rendahnya okupansi dan biaya tetap yang tidak tertutup. Penarikan rute juga mencerminkan ketidaksiapan pasar di wilayah tersebut untuk mendukung jadwal penerbangan reguler. Namun, di sisi lain, keputusan untuk menghentikan sementara di nilai sebagai langkah realistis. Agar maskapai tidak terus merugi, dan dapat mengalokasikan armadanya ke rute yang lebih produktif. Meski terdampak dalam jangka pendek, masyarakat dan pihak maskapai tetap berharap bahwa penghentian ini bersifat sementara. Inilah dampak dari berhentinya penerbangan di Bandara Dhoho.